Saya belum sempat cerita kalau hampir setahun lalu saya sudah keluar dari pekerjaan saya di sebuah kantor penerbitan majalah. Begitu keluar dari pekerjaan, saya sempat sibuk kembali di dunia fotografi. Saya dan pacar tercinta membuat bisnis fotografi bersama. Progressnya lumayan, kami telah memperoleh beberapa klien yang sebagian besar hasil operan dari Pak Sena Muska (suksma Pak :*). 

Sebulan kemudian, saya berpikir untuk membuat usaha sampingan. Maklumlah, bisnis fotografi itu jalannya musiman, apalagi untuk saya yang begitu mengandalkan musim kawin untuk mendapatkan klien, apalagi saya masih newbie di bisnis ini, apalagi saingannya banyak, apalagi apalagi apalagi.........sehingga cukup sulit bagi kami bila hanya mengandalkan pekerjaan ini untuk mengisi periuk dapur.

Bermodalkan sisa gaji terakhir saya dan juga tekad yang kuat serta niat yang tulus, saya mengambil keputusan untuk membuka bisnis kuliner. Kalau langsung membuka restoran dan sejenisnya pastilah memerlukan dana yang maha dashyat untuk memulainya. Cara yang bisa dilakukan untuk mendapat modal sebesar itu adalah dengan meminjam uang. Namun saya berprinsip bahwa membangun sebuah bisnis tidak boleh dilakukan dengan jalan berhutang. Bahkan pinjam dari orangtua pun pantang bagi saya. Ini mungkin satu hal yang bisa kamu tiru juga, usahakanlah berbisnis dengan modal yang sedikit dulu, jangan langsung buanyak buaanyaak. Bila perlu mulai dari nol, alias tanpa modal. Saya ulangi : BILAPERLU TANPA MODAL.

Sumber Gambar : www.newstability.com


Yak itu sedikit tips dari #meryrianakawesuper. Kembali ke cerita sebelumnya. Saya memutuskan untuk berjualan terang bulan tapi versi mini. Ide pertama kali itu muncul ketika saya hendak membeli terang bulan, maunya coba berbagai macam topping tapi kan harus beli segede gambreng. Yah,tak muatlah perut saya menampungnya. Lantas terpikir, bagaimana kalau terang bulan ini bentuknya kecil-kecil terus toppingnya aneka rupa bisa dipilih-pilih. Saat itulah saya berkeyakinan untuk membuat usaha ini.

Belajar dari mana? Ya 50% googling dan 50% eksperimen sendiri. Berkali-kali saya mengobrak-abrik dapur demi mendapatkan resep terang bulan mini yang pas untuk saya. Pernah hasilnya bantet, pernah gosong, pernah jadi kaya kue pukis. Semua itu bukan problema buat saya karena sebelum memulai ini saya sudah memberi tahu diri saya bahwa semua ini tidak akan  langsung berhasil begitu saja. Tidak ada kesuksesan tanpa drama di baliknya, betul kan? 

Pertama kali meluncur ke pasaran, saya jualnya dalam bentuk satuan dengan harga serebu rupiah.  
Begini penampakannya.
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Jajanan ini saya jual via titip-titip di beberapa warung dekat rumah dan juga pasar. Dalam hal ini saya dibantu bapak. Beliaulah yang rajin bangun pagi-pagi untuk mendistribusikan ke warung-warung langganan. Bapak juga yang rajin cari rekanan baru yang mau dititipin. Pelanggan saya pun kian bertambah sampai ke kantin anak sekolahan dan juga kantin universitas. Jadi saya ingin mengucapkan terima kasih seeeebesar-besarnya buat bapak tercinta yang selalu support segala keinginan saya (termasuk soal keluar dari kantor yg membuat bapak saya sebenarnya sedih di dalam hatinya).

Promosi dari mulut ke mulut membuat pelanggan saya terus bertambah. Mereka yang ingin membuat acara ulang tahun, kawinan, arisan, rapat kantor juga memesan produk saya. Permasalahan pun muncul. Pesanan yang begitu banyak menuntut saya bangun dini hari, bahkan sampai tengah malam. Sementara pesanan harus meluncur pagi-pagi buta. Di sinilah saya sempat drop. Saya jatuh sakit sampai guling-guling kesakitan di bagian kepala.

Saya sempat putus asa. Sempat juga ingin berhenti saja. Cari usaha lain saja. 
Tapi Ibu saya mengulurkan tangannya. Beliau bilang siap membantu. Akhirnya saya mengajarkan ibu saya resep terang bulan mini yang selama ini memang hanya saya seorang yang mengusainya. Seperti saya pun, ibu saya tak lantas mahir. Beliau sempat gagal beberapa kali, tapi beliau ketagihan terus mau belajar. Akhirnya saat ini Ibu saya yang lebih banyak mengelola bagian produksi. Beruntung sekali memiliki Ibu seperti yang saya punya ini (seriusan deh, saya menulis ini sembari menitikkan air mata). 

Bulan Februari, saya berjualan dengan metode pesan-langsung bayar, meminjam tempat di depan toko elektronik bapak saya. Saya menghentikan pengiriman warung-warung yang telah lama menjadi pelanggan saya. Awal pembukaan, respon yang saya terima di luar dugaan. Adonan yang saya bawa selalu habis. Dari satu kilo, besoknya jadi dua kili, tiga kilo dan sampai mentok 4kilo. Saya ingat betul setiap hari kalau mau tutup ada saja yang mau beli sampai-sampai saya harus mengatakan "Habis Mba/Mas".

Nama Mamake saya pilih untuk brand usaha saya. Kalau ditanya kenapa namanya Mamake, saya sendiri suka bingung mau jawabnya seperti apa. Pernah pula saya diwawancarai wartawan Tribun, saya katakan bahwa Mamake berarti ibu dalam Bahasa Orang Kebumen (maaf kalau saya salah). Jadi Mamake sendiri merupakan simbol dari kasih sayang seorang ibu yang dituangkan ke dalam sebuah makanan (cieeee kir kirrr). Itu jawaban versi interview dengan wartawan yah. Sebetulnya nama Mamake muncul begitu aja. Di rumah pun terkadang saya memanggil ibu saya "mamake" ya karena di tivi sering kali mendengar kata tersebut. 

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Sekarang, meja yang dulu saya gunakan untuk berjualan, sudah digantikan dengan rombong/food stall berbahan alumiunm. Yah tampak lebih keren kelihatannya, hehe. Saya dibantu ibu saya dalam berjualan. Namun saat ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk menerima pesanan via chat line ataupun lewat sms. Pemasaran pun saya lakukan lewat media sosial sehingga jangkauan pelanggannya menjadi lebih luas.

Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Atas berkat Tuhan Yang Maha Esa pula, saya diberi kesempatan untuk membuka satu cabang di Jalan Kenyeri Denpasar. Dalam hal ini saya bekerja sama dengan Mba Septi (yang saya ajak makan Mie JJajang di Post sebelumnya). Saya mengeluarkan modal seratus persen, mba Septi yang menyediakan tempatnya yaitu di garasi rumahnya sendiri dan keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan yang kami buat. 

Sampai di titik ini saya merasa sama sekali belum sukses. Banyak sekali rencana ke depan yang mau saya raih termasuk ingin melihat Terang Bulan Mini Mamake ada di seluruh Bali. Macam Hardys Mall begitulah yang cabangnya ada di mana-mana. Ada pula keinginan untuk menjadikan Mamake sebuah franchise, tapi ya harus menunggu beberapa tahun lagi. Semua ada waktunya.

Mungkin kamu - yang mau membaca postingan saya sampai habis ini - mendadak berkeinginan membuka bisnis juga. Kalau iya, saya dukung lho. Saya doakan supaya usahanya lancar. Tapi yang saya mau sampaikan adalah jangan berbisnis dimulai dari ikut-ikutan. Lagi ramai jualan baju, jadi ikutan jualan baju. Banyak yang jual #peninggi-pelangsing-pemutih jadi ikutan jualan #peninggi-pelangsing-pemutih. Tidak ada yang salah dengan meniru. Saya pun bukan yang pertama menjual terang bulan mini. Tapi percayalah, dalam dunia dagang yang dicari pembeli adalah sesuatu yang unik, bermanfaat, berkualitas, murah bilaperlu. Kalau pun kamu menjual sesuatu yang telah dijual orang lain, bangunlah brandmu sendiri. 
Dengan caramu sendiri. 
Dengan gayamu sendiri. 
Niscaya kamu akan keluar dari lingkaran tiru meniru. 

Sekian cerita singkat dari saya tentang usaha Terang Bulan Mini yang saya rintis dari nol ini.
Jangan lupa follow instagramnya : @terbulminimamake 


Alamat store 
Mamake1 :Jl. Seroja, samping Br.Tegehkuri, Buka Senin-Sabtu pukul 15.00-19.00
 Mamake2 : Jl. Kenyeri, depan Br. Kerta Bumi, Buka setiap hari kecuali Jumat 19.00-21.00 

WA : 08563859841
 Line @yga5947d

1 Comments

Senang sekali kamu bisa mampir ke postinganku, tapi jangan lupa tingggalkan jejak komentar di bawah ya :)